Hi guys!
Melonjaknya harga listrik tentu merugikan operasional industri di seluruh dunia. Inflasi energi berdampak pada kenaikan biaya, kendala kontrak kerja, penyusutan tenaga kerja, dan masalah pasokan bahan bakar.
Tingginya harga bahan bakar bahkan menyebabkan beberapa
pabrik membatasi produksi atau tutup sama sekali.
Baca juga: Skema Impact Investing untuk Pengembangan Cleantech Startup yang Berkelanjutan
Selama dua tahun ke depan, McKinsey & Company
memperkirakan bahwa 57 persen produsen di Eropa tidak bisa senantiasa mengurangi
konsumsi gas sambil tetap mempertahankan tingkat produksi saat ini.
Dalam industri proses, hibrida, atau diskrit, meningkatnya biaya energi dan ketidakpastian pasokan bahan bakar berdampak langsung pada laba dan aktivitas operasional yang dapat menyebabkan:
- pangsa pasar menyusut
- kehilangan pekerjaan
- relokasi operasi ke negara-negara dengan biaya energi yang lebih rendah (jika memungkinkan)
- kendala manufaktur yang mengganggu rantai pasokan hilir (termasuk produsen, distributor, pengecer, dan konsumen lain)
Sebagian besar pemimpin bisnis menyadari bahwa tantangan
yang ditimbulkan oleh kenaikan harga energi akan tetap menjadi hambatan jangka
panjang terhadap pertumbuhan bisnis.
Cara hemat biaya energi
Para pemimpin industri yang berpikiran maju secara aktif
mengembangkan strategi transisi untuk secara signifikan meningkatkan peluang
penghematan energi di seluruh operasional saat ini dan mempersiapkan diri
menghadapi masa depan yang bergejolak.
Tiga langkah berikut dapat membantu menurunkan konsumsi
energi dan biaya terkait:
1. Memanfaatkan pendanaan teknologi
Di sisi pasokan energi, inisiatif pemerintah jangka pendek
dan jangka panjang dapat membantu mengurangi ketergantungan bahan bakar fosil
dengan menjadikannya lebih terjangkau bagi perusahaan untuk menggunakan energi
terbarukan.
Di sisi permintaan, perusahaan dapat memfasilitasi
digitalisasi operasi dan program efisiensi energi baru.
Baca juga: Belajar Sustainability Gratis di Sustainability School Schneider Electric
Kombinasi subsidi ini dan tindakan yang diambil oleh
masing-masing organisasi dapat membantu industri mengendalikan biaya sekaligus
memitigasi ketidakamanan energi saat ini, serta membantu perusahaan mencapai
target energi ramah lingkungan untuk menjamin masa depan yang lebih
berketahanan.
2. Melakukan audit energi
Audit adalah langkah pertama dalam program manajemen energi yang efektif dengan
menetapkan status quo.
Audit energi dapat mengungkap kekurangan dalam sistem yang
memakan energi seperti pompa, ventilasi, penerangan, udara bertekanan, uap,
pendingin, HVAC, dan mesin proses, serta membantu mengidentifikasi dan
memprioritaskan area yang berpotensi menghemat energi.
3. Mengukur dan memantau
Untuk mendorong perbaikan, perusahaan juga memerlukan
pengukuran konsumsi energi yang terperinci untuk menentukan garis dasar.
Hubungkan dan automatisasi aset prusahaan. Kemudian, dengan
menggunakan alat digital, perusahaan dapat memantau dan menganalisis
efektivitas upaya peningkatan energi terhadap tolok ukur yang ada.
Jadi, tindakan manakah yang paling mendorong penghematan energi?
Baca juga: Manfaat Bangunan Cerdas dan Hijau dalam Upaya Dekarbonisasi
Keberhasilan sangat bergantung pada kombinasi dekarbonisasi
– yang memfasilitasi transisi menuju perilaku yang meningkatkan efisiensi
energi – dan strategi manajemen energi yang unik untuk operasional perusahaan.
Sebagai ahli dalam automasi
industri, sistem tenaga, dan manajemen energi, Schneider Electric bekerja dengan
perusahaan industri di seluruh dunia untuk membantu perusahaan mendigitalkan
dan mendekarbonisasi operasionalnya.
0 komentar:
Posting Komentar