Hi guys!
Hasil survei We Are Social pada April 2021 menunjukkan, Indonesia bertengger sebagai negara tertinggi di dunia yang menggunakan layanan e-commerce dengan 88,1 persen pengguna internet di Indonesia berbelanja online.
Sementara itu, laporan e-Conomy SEA 2021 yang dirilis oleh Temasek, Google, serta Bain & Company menunjukkan, perdagangan e-commerce di Indonesia pada 2021 tercatat mencapai 53 miliar dollar Amerika Serikat (AS) atau setara Rp 760 triliun. Angka ini meningkat sekitar 52 persen dibandingkan 2020.
Nominal
tersebut menjadikan industri e-commerce sebagai
kontributor terbesar dalam pertumbuhan nilai ekonomi digital Indonesia.
Baca juga: Promosikan Lingkungan Sekolah Hijau di SMK, Schneider Electric Luncurkan Program Adopt a Tree
Kementerian Perdagangan
(Kemendag) bahkan menargetkan belanja online melalui platform e-commerce yang
saat ini baru menyumbang 4 persen menjadi 18 persen terhadap total pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada 2030.
Ditambah, perkembangan industri 4.0 dan
situasi pandemi Covid-19 turut menjadi akselelator pertumbuhan perdagangan
secara elektronik (e-commerce)
beberapa tahun terakhir.
Bila ditilik secara linear, pertumbuhan sektor e-commerce turut meningkatkan kebutuhan perusahaan akan data center yang andal. Seperti diketahui, data center berfungsi untuk menyimpan, mengelola, dan mentransfer data secara cepat melalui cloud.
Baca juga: Mengulas Studi Terbaru Schneider Electric dan CNBC tentang Solusi Teknologi Digital terhadap Perusahaan
Di
sisi lain, pengelolaan data center memerlukan
konsumsi energi lebih besar. Oleh karena itu, perusahaan e-commerce diharapkan mulai mempertimbangkan penggunaan data center yang lebih efisien agar
dapat mengurangi dampak emisi karbon terhadap kelestarian lingkungan.
Data center yang
hemat energi
Data
dari Schneider Electric menyebutkan, data
center diprediksi menjadi penyumbang konsumsi energi terbesar di
industri teknologi informasi dengan konsumsi 8,5 persen dari
penggunaan listrik global pada 2035.
Business Vice President
Secure Power Schneider Electric Indonesia and Timor Leste Yana Achmad Haikal menyebutkan, data center merupakan teknologi masa kini dan masa depan.
Pada masa mendatang, data center
diharapkan dapat mengonsumsi listrik lebih sedikit tanpa mengorbankan reliability (keandalan).
Baca juga: Perusahaan Wajib Tahu 3 Tips Wujudkan Transformasi Digital Berikut
“Salah satu caranya adalah dengan melakukan digitalisasi
pengelolaan energi dan automasi dengan memanfaatkan software management
tool, seperti EcoStruxure IT & Asset Advisor,” kata Yana pada
acara virtual media briefing
Schneider Electric, Selasa (25/1/2022).
Guna meningkatkan visibilitas dan kontrol menyeluruh
terhadap operasional data center, lanjutnya,
produktivitas serta waktu uptime akan semakin meningkat. Hal
ini sekaligus dapat menekan biaya listrik.
“Pemanfaatan teknologi edge data center berbasis modular, seperti Micro Data Center dan
Modular Data Center dari Schneider Electric juga dapat mendukung sektor e-commerce dalam mengurangi latensi
untuk memaksimalkan pengalaman transaksi terbaik bagi konsumen,” jelas Yana.
Edge data center
Selain itu, teknologi edge data center berbasis modular juga bisa disesuaikan dengan
skala bisnis masing-masing perusahaan.
“Penggunaan sumber listrik terbarukan dan ramah
lingkungan, seperti panel surya juga dapat menjadi solusi alternatif untuk
pengelolaan data center yang lebih
hijau. Mengingat, biaya energi berkontribusi sekitar 40 persen dari biaya
operasional,” kata Yana.
Yana juga menyebutkan bahwa sebagai sektor andalan masa
depan, e-commerce tengah menghadapi
dua tantangan besar. Pertama, tuntutan terhadap pemenuhan pengalaman transaksi
terbaik tanpa hambatan. Kedua, desakan global terhadap upaya dekarbonisasi
kepada seluruh sektor industri.
Untuk
menjawab tantangan tersebut, penguatan infrastruktur digital secara andal,
terintegrasi, dan efisien menjadi kunci utama untuk mencapai tujuan sustainability.
Baca juga: Apakah Teknologi Digital Bisa Menjadi Solusi Mengatasi Perubahan Iklim?
Chief Executive Officer
Airmas Group Basuki
Surodjo mengamini pernyataan Yana. Ia
menegaskan bahwa perusahaan e-commerce
harus memilki infrastruktur digital yang memadai. Perusahaan juga harus adaptif
dengan digital marketing agar tetap sustainable di
era industri 4.0.
“Di Airmas Group, kami pun terus berupaya untuk agresif
dalam membangun platform digital, baik dalam bentuk mobile app dan website. Selain
itu, untuk mendukung bisnis, kami telah melakukan investasi dalam membangun data center sendiri dan menggunakan
teknologi yang pintar serta ramah lingkungan,” kata Basuki.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Umum Asosiasi E-Commerce
Indonesia (idEA) Bima Laga mengatakan bahwa pertumbuhan transaksi perdagangan
digital Indonesia masih akan terus menuju ke arah positif.
“Potensi
pertumbuhan perdagangan digital di Indonesia masih sangat besar. Pandemi Covid-19
selama dua tahun belakangan ternyata memiliki sisi positif terhadap adaptasi masyarakat
menggunakan teknologi digital,” jelasnya.
Lebih
lanjut, Bima mengatakan bahwa peningkatan signifikan terhadap platform e-commerce tak hanya terjadi dari sisi
jumlah konsumen.
“Pertumbuhan
pelaku usaha atau merchant di platform e-commerce juga tumbuh sangat signifikan. Tentu menjadi tantangan bagi
para pelaku industri e-commerce untuk mengedukasi merchant baru,” kata Bima.
0 komentar:
Posting Komentar